Produksi teks dalam deret aksara tak lepas dari cangkang sosial maupun kultural. Demikian halnya dengan peluang cengkeraman ekonomi. Jika ditautkan dalam kerangka kepentingan pengetahuan, jelas butuh perbincangan yang lebih serius. Dalam artian bahwa sejauh ini produksi pengetahuan cenderung mengalami trend menurun sekaligus makin tumpul membentuk jati diri manusia.
Dalam gumpalan kegusaran ini, terasa mendesak untuk mengurai kembali dari mana muara produksi teks-teks hingga menuju hilir, yakni pembaca itu sendiri. Pertanyaan yang kelak muncul adalah sejauh mana pusaran produksi teks dewasa ini? Akankah masih dalam lingkaran kepentingan penguatan pengetahuan. Ataukah telah bergeser ke arah yang lebih kapitalistik. Bahwa bicara produksi pengetahuan yang berbasis teks hari ini telah makin dikuasai oleh kepentingan ekonomi belaka.
Jika dahulu, pertarungannya ada pada perebutan kuasa antara penulis dan pembaca. Kini telah terjelma dalam kutukan keras bahwa sang penulis telah berbuat serong serta semakin egois menohokkan teks-teks yang disajikan ke dalam isi kepala pembaca. Ironisnya, karena penulis menjadi objek tertuduh dari skenario kepentingan yang mengutamakan keuntungan material. Jelmaan yang sedemikian berubah itu memaksa teks penulis tercerabut dari jiwa naturalnya yang kirits dan progresif.
Di sinilah kita patut bertanya, akankah bentukan pengetahuan hari ini masih menjanjikan secercah harapan membentuk_ bahkan menuntun_ para pembaca menemukan ruh kemanusiaanya?
Seketika anggapan ini benar adanya, pembaca hanya akan terlahir dari produksi teks bacaan yang digairahkan oleh semangat datar dan terlampau sederhana. Teks-teks yang menggiring pembaca akhirnya hanya akan berdiri dalam semangat memasung. Sementara untuk merebut kembali otoritas pembaca yang kirits dan progresif akan semakin tertinggal jauh. Lebih dari itu, masa depan peradaban hanya akan menjalar dalam ritme yang semakin abstrak. Alias ilusi belaka.
Pembacaan ini sepatutnya ditempatkan dalam tangkapan yang lebih holistik. Bahkan jika hendak mendorong semangat mambaca untuk kepentingan peradaban, bukan hal mustahil jika itu pun bakal berujung dalam simpulan ambigu. Kemana arahnya, apa hasilnya?
Maka jangan berbangga jika apa yang disodorkan pasar teks ke dalam dunia pendidikan saat ini tak lagi mampu menjadi tameng. Apalagi membentuk manusia sebagai makhluk berjiwa. Jangan pula menggumpalkan amuk amarah jika sisi kemanusiaan makin terbelenggu oleh pemenuhan hasrat ragawi saja.
Jika dahulu, pertarungannya ada pada perebutan kuasa antara penulis dan pembaca. Kini telah terjelma dalam kutukan keras bahwa sang penulis telah berbuat serong serta semakin egois menohokkan teks-teks yang disajikan ke dalam isi kepala pembaca. Ironisnya, karena penulis menjadi objek tertuduh dari skenario kepentingan yang mengutamakan keuntungan material. Jelmaan yang sedemikian berubah itu memaksa teks penulis tercerabut dari jiwa naturalnya yang kirits dan progresif.
Di sinilah kita patut bertanya, akankah bentukan pengetahuan hari ini masih menjanjikan secercah harapan membentuk_ bahkan menuntun_ para pembaca menemukan ruh kemanusiaanya?
Seketika anggapan ini benar adanya, pembaca hanya akan terlahir dari produksi teks bacaan yang digairahkan oleh semangat datar dan terlampau sederhana. Teks-teks yang menggiring pembaca akhirnya hanya akan berdiri dalam semangat memasung. Sementara untuk merebut kembali otoritas pembaca yang kirits dan progresif akan semakin tertinggal jauh. Lebih dari itu, masa depan peradaban hanya akan menjalar dalam ritme yang semakin abstrak. Alias ilusi belaka.
Pembacaan ini sepatutnya ditempatkan dalam tangkapan yang lebih holistik. Bahkan jika hendak mendorong semangat mambaca untuk kepentingan peradaban, bukan hal mustahil jika itu pun bakal berujung dalam simpulan ambigu. Kemana arahnya, apa hasilnya?
Maka jangan berbangga jika apa yang disodorkan pasar teks ke dalam dunia pendidikan saat ini tak lagi mampu menjadi tameng. Apalagi membentuk manusia sebagai makhluk berjiwa. Jangan pula menggumpalkan amuk amarah jika sisi kemanusiaan makin terbelenggu oleh pemenuhan hasrat ragawi saja.
Komentar