Langsung ke konten utama

SIPBM; Berkah Bagi Generasi Taan

Catatan dari Program SIPBM

Kegembiraan tampak jelas di wajah para ibu ketika (19/09) lalu, warga Desa Taan Kecamatan Tapalang Mamuju berbondong-bondong mengantar putera dan puteri mereka masuk di lembaga Pengembangan Anak Usia Dini Holistik dan Integratif (PAUD–HI). Atau dalam masyarakat Mamuju dikenal dengan sebutan “SIOLA”. Kegembiraan ini terjadi karena penantian panjang para ibu akan sebuah fasilitas pelayanan anak usia dini (0-6 tahun), dapat hadir di dusun mereka akhirnya terwujud.

Lembaga SIOLA ini didirikan sejumlah Ibu-ibu setelah mereka mendapatkan hasil pendataan Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat (SIPBM), yang disosialisasikan oleh Tim SIPBM Provinsi Sulawesi Barat yang digawangi Yohanis Piterson, staf Bappeda Sulbar.

Program SIPBM ini merupakan Kerjasama Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dengan Pemerintah Kabupaten Mamuju, Kementerian Pendidkan dan Kebudayaan serta Unicef untuk tahun 2013 – 2015.

“Kegiatan sosialisasi SIPBM ini dikemas dalam bentuk Rencana Aksi Desa dan telah dilaksanakan pada tanggal 9 September 2014 di Kecamatan Tapalang. Ketika itu, Pak Abdul Haris, salah satu utusan dari Desa Taan menyampaikan niatnya untuk menindaklanjuti hasil data tersebut. Terutama terkait dengan pemenuhan hak anak usia 0-6 tahun yang tidak terlayani dengan baik terutama di lembaga Pengembagan ANAK Usia Dini (PAUD),” kata Piter, kemarin.

Keprihatian pak Haris tersebut bagai gayung bersambut, ketika beliau kembali ke dusun kampung baru dan menceritakan pentingnya lembaga PAUD di dusunnya. Dibawa komando Ibu Sahuka berkeinginan mendirikan Bangunan PAUD di pekarangan rumahnya. Ia rela mempersembahkan pekarangannya sebagai bermain sambil belajar. Serta tempat pelayanan kesehatan seperti penimbangan, dekteksi dini tumbuh kembang (POSYANDU), serta bina keluarga balita.
“Dari data hasil SIPBM terdapat 51% anak di Desa Taan tidak mendapat pelayanan PAUD. Bagaimana masa depan Sulbar menjadi terangkat kalau anak-anak tidak diurusi dengan baik,” ketus Haris sambil memegang jidatnya.

Kegelisaan itulah mendorong Pak Haris dan para Ibu di dusun Kampung Baru memulai mendirikan Bangunan PAUD. Walau masih sangat sederhana, serta belum memiliki alat permainan dalam dan alat permainan luar, sebagaimana layaknya fasilitas di lembaga PAUD pada umumnya.

Ketika Tim SIPBM diundang melihat bangunan hasil jerih payah warga di sana, kata Piter, hanya satu kata yang terlontar dari Tim SIPBM. Bahwa Anak-anak 0-6 tahun di Desa Taan harus sederajat dengan anak-anak lainnya di Sulbar. “Intinya, mereka harus mendapatkan hak-hak mereka secara layak,” ungkap Piter.

Dalam kunjungan tersebut, hadir juga Konsultan Unicef Sulbar bidang Pendidikan Muh. Zakir Akbar. Katanya, Pemenuhan hak-hak anak usia 0-6 harus dilakukan secara holistik dan integratif. “Jadi di lembaga SIOLA ini harus ada layanan POSYANDU, Layanan Pendidikan, dan layanan Bina Balita,” pesan Zakir kepada para pendidik dan kader yang hadir saat itu.

Dari pertemuan singkat itu, terbersit harapan agar lembaga ini mendapat perhatian dari pemerintah provinsi Sulawesi Barat, khususnya pemerintah kabupaten Mamuju. Agar memberi bantuan seperti APE Dalam dan APE Luar (APE Alat Permainan Edukatif).

“Itu artinya, Dinas Pendidikan, BKKBN dan Dinkes harus serius memberi perhatian sehingga anak anak mendapatkan waktu untuk bermain dengan gembira,” ujar salah seorang Tenaga Pendidik PAUD/SIOLA Ibu Fatmawati.

Dari program ini, sesungguhnya jika ingin meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Sulbar, kunci suksesnya ada di sektor pendidikan. Karena di pendidikan terdapat dua variabel utama yaitu; (1) Rata-Rata Lama Sekolah dan (2) Buta Aksara.

“Kalau kita mendorong program Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD) dengan baik, dua persoalan utama di pendidikan terkait dengan IPM dalam jangka waktu yang relatif singkat. Hasil permanen akan tercapai yaitu Rata rata lama sekolah akan meningkat. Karena anak-anak usia 0-6 sudah matang di lembaga PAUD sebelum masuk sekolah Dasar. Sehingga angka putus sekolah menurun, serta anak lulus dan melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya akan meningkat,” ungkap Piter.

Untuk diketahui, data SIPBM adalah salah satu tools untuk mengantarkan Sulbar sejajar dengan provinsi lain di Indonesia. Karena data membuka Mata, data Membuka Hati dan Data membuka Pikiran. (nur)

Postingan populer dari blog ini

Al-Faqir Sebagai Identitas Diri

Dalam buku Pesantren Studies 2b (2012), Ahmad Baso mengulas seputar kebiasaan orang-orang pesantren menandai diri sebagai al-Faqir. Jika dalam pemaknaan sederhana, jelas akan menyibak kesimpulan patah. Sebab bakal diseret pada asumsi serba kere, terbatas dan tak berdaya saing.  "Ini adalah kebiasaan kalangan pesantren untuk menunjukkan identitas dirinya yang bersikap tawadhu atau merendahkan hati di depan khalayaknya. Bukan merendahkan diri mereka sendiri," demikian ulasan Ahmad Baso.  Padahal, lanjutnya, ini semata-mata untuk tetap menjaga dan merawat bangunan kesucian batin yang terus diasah agar tak lepas kendali, masuk dalam sengkarut kesombongan, riya dan sum'ah. Perilaku ini disebut dengan Iltimasul Ma'dzirah . Yakni, sikap mengedepankan kerendahan hati, lebih menampilkan sisi kekurangan dan kelemahan sebagai bagian dari sikap menjaga gerak-gerak batin.  Ini bukan tanpa landasan, tanpa makna. Sebab Nabi saw-pun mengajarkan satu doa agar tetap dijadi

Nasehat Politik Fathimah Binti Muhammad SAW

Sayup-sayup terdengar rintihan tangisan di malam hari dari balik hijab. Kedua Cucu panutan agung sepanjang zaman Rasulullah SAW, yaitu Hasan dan Husain, sontak terbangun menelusuri dari mana muara rintihan yang makin lama makin terisak-isak. Tak disangka, ibu dari kedua putera kecil itulah yang ternyata sedang menengadahkan kedua tangannya, seraya bersenandung doa, menyebut satu persatu nama kaum muslimin, mengurai setiap rintihan hidup umat Islam kala itu. Dialah Fathimah binti Muhammad SAW, Sang puteri yang digelari Sayyidati Nisa al Alamin , penghulu kaum perempuan semesta alam. Hasan dan Husain kemudian menanti Ibunya hingga menyelesaikan shalatnya. Kedua anak tersebut bertanya pada Ibunya tentang alasan mengapa dalam setiap doanya selalu saja terbentang deretan nama orang-orang di sekelilingnya, namun jarang mendoakan dirinya. Dengan lugas, Fathimah menjawab: “Yaa Bunayya, al-Jar Qabla al-Dar” (Wahai anakku, Dahulukan tetangga sebelum diri sendiri). Pernyataan singkat di atas kem

Suluk Matan dan Gairah Spiritual

“Masihkah metode pengajaran spiritual yang selama ini diterapkan relevan dengan kondisi kekinian? Apa yang harus dilakukan oleh para pengamal Thariqah untuk menjemput era 4.0?” Demikian pertanyaan menukik yang dilontarkan Mursyid Thariqah Khalwatiyah Syekh Yusuf al Makassary, Habib Abdul Rahim Aseggaf atau sering disapa Puang Makka, jelang akhir tahun 2019 lalu, di Makassar. Pertanyaan itu cukup beralasan. Di tengah derasnya sajian agama yang kian instan serta munculnya beragam praktek spiritual yang bermasalah, meniscayakan perlunya menemukan pola baru. Setidaknya ada dua poros yang patut dicermati. Pertama, kehadiran sajian tema-tema agama di media sosial semakin memunculkan problem beragama di lingkungan terdekat, yakni keluarga. Tak jarang, orang tua menjadi objek tuduhan negatif dari anaknya sendiri. Bahwa mereka telah salah dalam mentranformasikan ajaran agama selama ini. Bahkan bukan hal aneh, ketika wibawa orang tua masa kini diruntuhkan oleh pa