Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2016

Imam Lapeo; Teks Peradaban Hulu Hilir

Rasanya telah hilang beribu lembar narasi peradaban di Tanah Mandar, jika tak mencantumkan nama Ulama Legendaris, KH. Muhammad Thahir Imam Lapeo. Nyaris saja kita akan melipat lembaran narasi itu sembari berkesimpulan; Apa artinya bicara Mandar jika sedikitpun tak mafhum dengan Imam Lapeo?  Pada jarak terdekat, di bilangan waktu masa kini, boleh jadi orang di luar sana akan terus berdecak kagum dengan sosok Imam Lapeo. Baik tentang karamahnya, kedalaman ilmunya, keteguhan perjuangannya, konsep kebangsaannya, hingga doanya yang mustajab, mampu membelah langit.  Sementara kita tanpa sadar tengah berada dalam pusaran yang biasa-biasa saja. Jadilah kita sebatas pengagum sejarah Mandar, sejarah Imam Lapeo. Tanpa disertai kesanggupan menangkap anasir keberkahan dari pancaran cahaya kewalian beliau.  Bukankah ini yang disebut dengan kekeringan makna sejarah? Bukankah ini yang dimaksud dengan keluar dari ruh pembacaan sejarah? Ataukah kita memang masih gandrung dengan sejarah yang

Cak Nur, Ilmuwan dan Politik Kerahmatan

Sepeninggal Cak Nur (Nurcholish Madjid, red), dunia keilmuan, khususnya di Indonesia nyaris tak menemukan tokoh yang tepat diposisikan sebagai Guru Bangsa. Sosok Cak Nur dipandang sebagai personality yang memiliki cakrawala luas dan mendalam terhadap Konsep Keislaman, Kebangsaan, termasuk di dalamnya Gagasan Peradaban.  Berulang kali Cak Nur ditarik-tarik oleh berbagai kepentingan kekuasaan, utamanya saat orde baru. Namun berulang kali pula ia hempaskan rayuan pragmatisme itu dengan caranya sendiri. Yakni dengan cara cerdas, sebagaimana layaknya seorang intelektual.  Ketika Indonesia mengalami krisis saat gejolak 1998, Cak Nur seringkali dimintai pertimbangan oleh Presiden Soeharto. Dan atas pertimbangannya pulalah, Soeharto menyatakan mundur dari jabatan sebagai Presiden. Ini pulalah yang membawa Mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini terus dikenang sebagai cendekiawan. Lalu bagaimana dengan para Ilmuwan masa kini? Era Cak Nur (1939-2005) tentu tidak tepat u

Secuil Berhala

Seluruh risalah kenabian telah dibungkus dengan buntalan pesan singkat, padat makna lagi sakti. Dialah kalimat "Laa Ilaaha illaa Allah" ; Tiada tuhan selain Allah. pesan ini memantulkan bias cahaya di berbagai penjuru, agar tunduk pada satu poros keabadian; Allah swt.  Bagi siapa pun yang mencoba bermain-main dengan kalimat sakti di atas, sepanjang hayat ia takkan menuai jejak hidup yang baik. Kehidupan dunia bangkrut-semrawut-kusut, akhiratnya merana-durjana. Pohon keyakinan seketika tumbang, tangkainya patah, daunnya mengering, dan akarnya tercabut secara paksa. Demikian itulah perumpamaan terhadap para pemuja selain Allah. Pesan peng-Esa-an ini pada dasarnya tak selalu sepadan dengan cara manusia masa kini memaknai nilai-nilai tauhid. Tak sesangar para pengutuk tradisi, tak seseram para gerombolan pejuang anti-bid'ah. Sebab jika kita hanya terhenti pada penghakiman atas praktik agama yang sarat dengan asimilasi kultur, di sanalah kita akan menemukan gejala pen

Haji di Mata Kompeni

Dari sudut pandang fenomenologis, peristiwa haji terbilang kolosal dan  cukup unik dibandingkan dengan praktek-praktek ibadah ritual lainnya.  Efeknya tak hanya terkait pada sosok yang akan menunaikan haji saja. Namun juga pada orang-orang di sekelilingnya. Belum lagi bagi sejumlah jamaah yang mendamba haji dengan cara plus;  plus uang, plus fasilitas dan sebagainya. Bagi jamaah yang  menginginkan perjalanan haji plus, mereka tidak tanggung-tanggung  menumpahkan harta bendanya sekalipun biaya yang dikeluarkan mencapai  100 persen,  dua kali lipat dari biaya haji regular. Itu baru ONH, kata Andi Suruji dalam tulisannya di Harian Kompas 2011  silam. Karena di luar kewajiban itu, masih banyak kebutuhan lain yang  sangat bersinggungan dengan masalah uang. Misalnya pernak-pernik,  biaya administrasi, biaya syukuran, biaya hidup di tanah suci, serta  biaya oleh-oleh bagi keluarga yang ditinggalkan. Sebaliknya, bagi yang tak menunaikan, mereka juga tidak kalah  sibuknya. Setidak