Roda kemajuan peradaban terus mengantar para pemujanya pada kekayaan khazanah. Histori yang otentik, kebudayaan padat filosofi, dan pengetahuan kontekstual sebagai tanda besarnya.
Di sini, kita menemukan kekayaan makna yang sungguh luar biasa. Tak ada yang berjalan dengan perspektif seadanya. Sebab di setiap jengkal gerak selalu tertuang pesan-pesan kearifan.
Kekayaan terhadap makna berdampak sehat bagi kemajuan sebuah wilayah. Pun dengan kemajuan sebuah rezim. Sebab di dalamnya kita mampu saling berbagi kekayaan khazanah antara satu dengan lainnya. Tak ada debat kusir. Apalagi debat yang ujungnya hanya menyisakan kekesalan.
Namun harapan itu bakal menjadi utopis dan terkesan sensasional saja, jika tak punya kecakapan membuka tabir kekerdilan. Yang ada hanyalah serupa wujud kehebatan di zona masing-masing, di kandang kita masing-masing.
Manusia acapkali lupa dengan roda perubahan zaman. Ia tak tahu bahwa gerak perubahan itu sedemikian cepat. Sementara ia terus memaksa agar pemaknaannya dapat terus berlaku seumur hidup. Itu jelas mustahil.
Karena itu, jika hendak memajukan suatu era, hal paling mendasar diawali dengan ikhtiar memperkaya pola pemaknaan terhadap kehidupan. Makin banyak sisi yang terlihat, itu membuka celah bagi kita menuju sikap arif dan bijaksana. Tak mudah menyalahkan, menghargai alat ukur orang lain, dan lebih penting jauh dari halusinasi batin alias mencurigai orang lain.
Sebaliknya, pada pemaknaan yang sempit, terdapat peluang besar akan hadirnya sikap menutup diri, congkak, memaksakan kehendak dan akhirnya mempertegas kejahilan yang sebenarnya.
Apakah ini hanya goresan tanpa wujud? Atau bakal dinobatkan dalam deret bualan Abu Nawas? Tidak juga. Sebab realitas makin menujukkan tanda-tanda itu. Fenomena politik yang hari ini kian kental dengan praktik saling menjegal merupakan salah satu dalil sahihnya. Termasuk juga dengan dunia birokrasi yang belum surut dari hasrat mengais keuntungan bermodus tugas negara.
Semua itu, jika ditilik lebih kritis, hanyalah wujud rupa betapa urgensi sebuah makna kian kerdil. Wajar, jika hampir setiap agenda pembangunan, apalagi agenda kemanusiaan, nyaris berujung kesia-siaan. Sebab sedari awal, kehidupan ini digerakkan tanpa kekuatan roh. Juga minus kearifan.
Alauddin-Makassar, 17 Desember 2017.
Komentar