Hari ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus mengemasi
diri, menjawab sejumlah masalah keumatan. Belum lagi dengan cibiran
serta hantaman dari berbagai pihak agar dibekukan bahkan dibubarkan. Itu
artinya, tantangan MUI tidaklah ringan.
Salah satu alat timbang yang dapat digunakan, yakni dengan
merujuk pada fatwa-fatwa yang di-ijtihad-kan selama ini. Kendati standar
hukumnya hanya bersifat fatwa, bukan amar (perintah), namun penafian
atas fatwa itu telah menunjukkan sikap 'menjauh' umat terhadap pandangan
ulama. Fatwa tak lagi punya marwah.
Bagi KH. Didin Hafiduddin, setidaknya ada tujuh poin penting yang menjadi tugas MUI ke depan. Pertama, MUI perlu meneguhkan jati diri sebagai 'organisasi
ulama waratsatul anbiya' yang memiliki tanggung jawab besar mengawal
perjalanan umat Islam dan bangsa Indonesia menuju baldatun thayyibatun
wa rabbun ghafur.
Kedua, ulama dan khususnya pengurus MUI harus memiliki ilmu
pengetahuan keagamaan (at Tafaqquh fid din) luas lagi mendalam. Dengan
ilmu pengetahuan mendalam disertai dengan ketakwaan yang tinggi, ulama
akan menjadi tempat bertanya masyarakat, suluh bagi umat dalam berbagai
macam bidang kehidupan.
Ketiga, MUI perlu memberi perhatian khusus pada program
kaderisasi ulama, dengan melakukan penjaringan kader-kader muda
potensial di berbagai lembaga pendidikan.
Pendidikan ulama yang terbaik adalah melalui pembelajaran
langsung secara individual kepada ulama-ulama terkemuka di dunia
(mulazamah). Sehingga ke depan kualitas ulama Indonesia semakin
meningkat dan disegani. Bukan hanya dari sisi konten keilmuan, namun
juga dari sisi metode dan strategi membenamkan misi dakwah di benak
umat. Untuk hal yang satu ini, Pola propagandis sebaiknya dihindari.
Sementara pola konseling patut dikedepankan.
Keempat, MUI perlu meningkatkan perannya dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan dunia internasional, khususnya yang
menimpa umat Islam di berbagai belahan dunia. Setidaknya, MUI bersama
ulama-ulama lain di Indonesia memberikan masukan kepada Pemerintah. Agar
meningkatkan keaktifannya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan umat
Islam di dunia internasional.
Kelima, MUI perlu merumuskan konsep pendidikan Islam yang
ideal dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi untuk menentukan konsep
pembentukan insan-insan Muslim ideal ke masa depan.
Konsep Ma'had Aly yang sudah diakui sebagai salah satu
bentuk Pendidikan Tinggi dalam UU No 12/2012 perlu dijabarkan bersama
Kementerian Agama. Agar pendidikan tinggi tidak semata-mata diarahkan
untuk membentuk pekerja industri. Tetapi untuk membentuk manusia-manusia
yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan profesional.
Dalam bidang pendidikan ini pula, MUI perlu mengontrol dan
memberi masukan kepada pemerintah agar buku-buku ajar di sekolah-sekolah
benar-benar tidak bertentangan dengan ajaran dan konsep keilmuan dalam
Islam. Agenda integrasi ilmu merupakan salah satu poin penting untuk
terus dikembangkan lebih lanjut.
Keenam, selama ini peran MUI dalam mengawal isi media
massa, khususnya televisi sudah dirasakan umat Islam. Untuk meningkatkan
peran MUI dalam hal 'mengawal media massa', perlu juga dilakukan
monitor dan bimbingan terhadap media online. Sehingga semakin
berkualitas isinya.
Sebab, media saat ini cukup berkontribusi, mengarahkan
dan.membentuk pola pikir umat Islam. Media-media yang memuat konten
ekstrem, baik ekstrem fundamentalis maupun ekstrem liberal, perlu
diingatkan oleh MUI.
Ketujuh, guna meningkatkan kemandirian MUI, penguatan
jaringan kerja merupakan hal niscaya. Miskinnya jaringan kerja dapat
dipastikan akan semakin terkikisnya peran-peran ulama di tingkat yang
lebih tinggi. Karenanya, sumber daya di bidang diplomasi juga perlu
untuk dikembangkan sehebat mungkin. Kita berharap dengan langkah-langkah strategis tersebut akan semakin dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan.
Saya ingin menambahkan, kedelapan, MUI punya peran penting
untuk membaca setiap masalah keumatan dari sudut pandang 'perang'
Ideologi. Sebab nyatanya hari ini, perebutan dominasi Ideologi sulit
dielakkan. Tak cukup jika hanya mengajak umat pada akhlak kerukunan.
Sekarang ini, kita harus mendorong pemimpin untuk melindungi umat dari
seluruh peluang keretakan.
Catatan ini kiranya dapat menjadi patron, sekaligus
menandai pertemuan Silaturahmi Ulama Sulawesi Barat yang digelar hari
ini. Kita tunggu hasilnya....wallahul mustaan.
Terbit di Harian Radar Sulbar
Komentar