Apa yang
anda lakukan ketika sedang berada dalam sebuah majelis atau forum, lalu suara
handphone tanda panggilan masuk berbunyi? Pilihannya hanya dua, menjawab atau
menolak panggilan telepon. Tema ini menjadi serius di saat beberapa pegiat agama
mulai menyeretnya dalam perbincangan khas fiqh. Apa hukumnya menerima panggilan
telepon saat kita berada dalam sebuah majelis?
Sejujurnya, saya termasuk bagian dari kelompok yang
kerap terusik dengan nada dering yang berbunyi di setiap forum pertemuan.
Apalagi jika penggunanya malah menjawab disertai suara yang begitu mengganggu
konsentrasi forum.
Sebelum masuk dalam medan perdebatan fiqh, ada baiknya
membincang hal ini dalam kerangka etika sosial. Jadi bukan dalam kotak ekstrim
antara dosa dan pahala. Apalagi surga dan neraka. Terlebih bukan urusan sesat
dan menyesatkan.
Ada yang harus dipetakan dalam ruang sosial kita.
Antara kepentingan personal dengan kepentingan komunal. Dalam kepentingan
personal, semua orang memiliki kemerdekaan masing-masing. Namun ketika
dikaitkan dengan dimensi komunal, di sinilah pentingnya menuangkan sikap yang
lebih arif dan bijaksana.
Kini, tantangan itu terus meningkat. Sebab bukan hanya
bunyi handphone. Perilaku manusia masa kini telah dikategorikan sebagai
generasi tunduk. Pasalnya, dengan kemajuan fitur yang ditawarkan, semakin
membuat kita tenggelam dalam realitas semu. Generasi tunduk telah melibas habis
keakraban komunikasi yang terjalin selama ini.
Tak ada lagi tindakan saling menyapa. Tak ada lagi
senyum ramah di antara kita. Budaya tutur dan kebiasaan menangkap gestur pada
akhirnya terasa luntur. Semua telah khusyu' dengan gadget masing- masing.
Ekspresi senyum bukan lagi karena kelucuan sesungguhnya. Jika pun sedih, juga
bukan kesedihan sebenarnya. Kaki kita memang masih berpijak ke bumi. Namun
ingatan manusia nyaris terbungkus rapi dalam balutan konsentrasi dunia maya;
realitas tanpa Realitas.
Apa yang paling dirusak oleh perilaku kekinian kita
dewasa ini? Yaitu, pola komunikasi langsung sebagai medium menciptakan, menjaga
dan melestarikan harmoni kehidupan antar sesama.
Jika dahulu, pesan bijak menekankan agar tak membeli
kucing dalam karung. Tapi kini, kata Kiai Mustofa Bisri, dunia maya telah
mengantar manusia untuk mengutuk (bully) seseorang walau tak saling
mengenal. Bahkan, nilai kebenaran telah dipaksa bersandar pada dinding dunia
maya atas nama rating.
Anda bisa bayangkan tingkat kemustahilan manusia untuk
merajut keramahan jika gadget telah menjadi kiblat kehidupan. Maka, ketika
dalam sebuah majelis masih saja ada yang melirik handphonenya, entah berbunyi
atau hanya mengecek info terkini, itu pertanda kita pun menjadi bagian penting
dari retaknya harmoni kehidupan, kini dan masa mendatang.
Komentar