Catatan dari Coffee Morning DPRD SulbarKabupaten Mamuju Tengah kini terus beranjak pada nafas kemajuan pembangunan. Daerah yang baru dimekarkan 14 Juli 2012 lalu ini, kian menunjukkan geliat perputaran ekonomi. Baik dikarenakan peran sejumlah perusahaan Sawit, juga disebabkan faktor etos kerja warga disana.
Aura itu jelas terlihat dari sejumlah pejuang serta para pejabat yang kini terus berjibaku membuktikan janji kemakmuran bagi rakyat saat digelar diskusi terbuka yang dikemas dalam bentuk Coffee Morning DPRD Sulbar di Warkop Sapo Kopi, Bentang Kayumangiwang, Mamuju Tengah, Senin (27/04).Dari bincang-bincang berciri khas warkop itu, sejumlah permasalahan menyeruak. Satu demi satu keluhan, ketimpangan, keterbatasan serta deret kata berkonotasi negatif saling bertautan antara satu dengan lainnya."Perjalanan Mamuju Tengah hingga menjadi Kabupaten yang utuh patut diapresiasi dengan baik. Kemajuan demi kemajuan kita sudah rasakan secara bertahap. Kalau dulu kita hanya kecipratan anggaran, kini kita dapat saling merangkul, baik atas nama Kabupaten maupun atas nama Provinsi," ujar Aras Tammauni di acara tersebut.Kendati demikian, pria kharismatik ini tak menampik sejumlah masalah sosial yang mesti dicermati dengan kepala dingin. Ia mencontohkan soal pemberian porsi peran antara penduduk lokal dengan pihak pengelola perusahaan Sawit."Ini harus kita pikirkan bersama seperti apa jalan keluarnya. Agar tidak selalu terjadi konflik antara pihak perusahaan dengan masyarakat setempat," ulas Aras."Cobalah kita lihat Mamuju Tengah ini dengan kacamata Objektif. Apa betul pembangunan ini telah nyata untuk kepentingan rakyat. Ataukah masih dinikmati oleh sekelompok pihak pihak dengan bilangan kecil saja," kata Herman, fasilitator TKSK Cabang Mamuju Tengah.Tak sampai disitu, jika ditelisik muasalnya, konflik yang terjadi acap kali muncul dari sengketa tata batas. Antara milik Perusahaan versus milik warga setempat. Ini terbilang penting untuk diseriusi lebih runtut. Soal siapa yang untung, itu bukan soal. Sebab jauh lebih penting menata ruang-ruang komunikasi horizontal dalam bingkai humanisme tinimbang mengukur dimensi profit korporasi para pegiat dunia usaha.Hal senada dikemukakan, Afrizal Abidin. Pria yang mengastanamakan warga pesisir ini menilai masih tejadi ketimpangan kemajuan antara belahan gunung dengan wilayah pesisir pantai. Katanya, ini tidak adil. "Dengan anggaran Rp5 Miliar untuk pembangunan di wilayah pesisir menurut saya sangat timpang. Ini tidak adil. Dan pastinya pemerintah perlu mengevaluasi mengapa hal ini bisa terjadi," tegas Afrizal.Ia melihat, benang kusut persoalan sosial di Mamuju Tengah tak lepas dari minimnya kehadiran peran pemerintah. Bagi Herman, fungsi pemerintah tak sekadar menjalankan rutinitas birokrasi. "Kita ingin pemerintah ini benar-benar memberikan perlindungan kepada masyarakat. Jangan sampai masyarakat menggunakan ulahnya sendiri tanpa penanganan berbasis aturan dari pemerintah. Itu yang kita sayangkan karena pemerintah masih belum bisa benar-benar mengayomi," urai Herman dengan suara lantangnya.Dari catatan ini, tersirat pesan penuh isyarat. Bahwa di tengah geliat kemajuan Mamuju Tengah, jelas tak boleh lengah. Terkhusus pada sejumlah agenda penataan sosio-kultur. (*)
Dalam buku Pesantren Studies 2b (2012), Ahmad Baso mengulas seputar kebiasaan orang-orang pesantren menandai diri sebagai al-Faqir. Jika dalam pemaknaan sederhana, jelas akan menyibak kesimpulan patah. Sebab bakal diseret pada asumsi serba kere, terbatas dan tak berdaya saing. "Ini adalah kebiasaan kalangan pesantren untuk menunjukkan identitas dirinya yang bersikap tawadhu atau merendahkan hati di depan khalayaknya. Bukan merendahkan diri mereka sendiri," demikian ulasan Ahmad Baso. Padahal, lanjutnya, ini semata-mata untuk tetap menjaga dan merawat bangunan kesucian batin yang terus diasah agar tak lepas kendali, masuk dalam sengkarut kesombongan, riya dan sum'ah. Perilaku ini disebut dengan Iltimasul Ma'dzirah . Yakni, sikap mengedepankan kerendahan hati, lebih menampilkan sisi kekurangan dan kelemahan sebagai bagian dari sikap menjaga gerak-gerak batin. Ini bukan tanpa landasan, tanpa makna. Sebab Nabi saw-pun mengajarkan satu doa agar tetap dijadi
Komentar