Langsung ke konten utama

HASIL SURVEY DAYA TANGKAL MASYARAKAT SULAWESI BARAT TERHADAP RADIKALISME

Pertama, Potensi Radikalisme masyarakat di Sulawesi Barat tahun 2017 menunjukkan angka 54,5 persen pada rentang 0 sampai 100. Angka ini menunjukkan bahwa tingkat potensi radikalisme berada kappa kategori POTENSI SEDANG MENUJU KUAT. Radikalisme dapat dimaknai sebagai pandangan atau ideologi yang ditandai dengan meningkatnya komitmen pada kekerasan atau komitmen membolehkan cara dan strategi kekerasan dalam berbagai konflik. 

Radikalisme mencakup dua elemen yang saling berhubungan erat; yaitu aksi (tingkah laku) dan sikap (tujuan), meski sifat ketergantungan antar keduanya tidak selalu ada. Karenanya, SIKAP RADIKAL TIDAK SELALU DAN TIDAK MESTI TERIMPLEMENTASI DENGAN AKSI KEKERASAN. 

Satu hal yang mesti diperhatikan adalah bahwa radikalisme selalu berhubungan dengan berbagai pandangan yang mesti dibedakan secara analitis karena proses-proses radikalisme itu diarahkan oleh berbagai mekanisme yang berbeda, mengikuti beberapa pola yang berbeda, dan mesti dipahami dalam konteks Sosio-politik local. 

Kedua, Hipotesis: TERDAPAT PENGARUH KEPERCAYAAN HUKUM, KESEJAHTERAAN, HANKAM, KEADILAN, KEBEBASAN, KEARIFAN LOKAL DI MASYARAKAT SECARA BERSAMA TERHADAP PEMAHAMAN, SIKAPDAN TINDAKAN RADIKALISME.

Aspek Kepercayaan Terhadap Hukum

Dari aspek kepercayaan terhadap hukum menunjukkan: bahwa lebih dari setengah total responden merupakan masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan terhadap hukum berada pada kategori SEDANG (54,0 persen). Adapun dimensi yang diteliti adalah: 

a. Kepercayaan masyarakat atas peraturan perundang-undangan terkait radikalisme;
b. Kepercayaan masyarakat bahwa aparat penegak hokum mampu menjamin rasa keadilan hukum;
c. Kepercayaan masyarakat bahwa aparat penegak hukum mampu bertindak professional;
d. Kepercayaan masyarakat bahwa aparat penegak hokum mampu bersikap jujur;
e. Kepercayaan masyarakat atas pentingnya partisipasi masyarakat. 

Dalam hal penegakan hukum factor loading yang paing besar yaitu dimensi Penegak Hukum mampu menjamin rasa keadilan hukum dan penegak hukum mampu bertindak professional. Sebab kedua dimensi inimerupakan factor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki pemerintah untuk meningkatkan kualitas variabel tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hokum terbatas, maka pemerintah dapat mendahulukan perbaikan dari dimensi penegak hukum mampu menjamin rasa keadilan dan bertindak professional. Skor pada dua dimensi ini berada di bawah 66,0 persen alias DAYA TANGKAL BELUM OPTIMAL.

Aspek Kesejahteraan

Dari aspek kesejahteraan, menunjukkan bahwa sebagian besar dari total responden memiliki tingkat kesejahteraan TINGGI (66,67 persen). Dengan kata lain, masyarakat Sulbar merasa bahwa “daya beli yang mereka miliki maupun layanan kesejahteraan yang seharusnya mereka terima” yang berjalan selama ini belum sepenuhnya sesuai dengan segala ketentuan yang berlaku. Atau bisa juga dikatakan belum sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat pada umumnya. Sehingga tingkat layanan kesejahteraan dirasaka belum optimal. Adapun dimensi yang diteliti di antaranya:

a. Jarak tempuh tempat tinggal anda dengan fasilitas kesehatan;
b. Ketersediaan layanan kesehatan Puskesman di lingkungan tempat tinggal;
c. Ketersediaan layanan Rumah Sakit di lingkungan tempat tinggal;
d. Tingkat pendapatan rumah tangga. 

Sehingga factor Jarak tempuh lokasi tempat tinggal dengan fasilitas kesehatan dan ketersediaan layanan kesehatan Rumah Sakit yang memadai merupakan factor paling dominan. 


Aspek Hankam

Pada variabel Hankam, hasil analisis menunjukkan bahwa lebih dari seperempat dari total responden merupakan masyarakat yang memiliki tingkat Hankam pada kategori SEDANG (37,33 persen). Artinya, daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme pada aspek Hankam termasuk kategori TIDAK OPTIMAL.  Artinya, masyarakat Sulawesi Barat merasa bahwa persoalan Hankam selama ini beum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau bias juga dikatakan belum sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat pada umumnya. Adapaun dimensi yang diteliti:
a. Pemberlakuan wajib lapor;
b. Bentuk sosialisasi tentang bahaya radikalisme dan terorisme;
c. Besar partisipasi warga di kampung dalam menjalankan siskamling;
d. Bentuk partisipasi warga di kampung anda dalam pengamanan lingkungan;
e. Pertemuan berkala di lingkungan tinggal;
f. Bentuk keamanan di lingkungan tinggal;
g. Sarana dan peralatan keamanan apa yang digunakan di lingkungan tinggal.

Prioritas utama peningkatan kualitas indicator yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan bentuk keamanan di lingkungan tinggal dan pemberlakuan wajib lapor. 

Aspek Keadilan

Variabel keadilan menunjukkan bahwa sebagian besar dari seluruh responden merupakan masyarakat yang memiliki tingkat keadilan berkategori TINGGI (81,67 persen). Dengan kata lain bahwa masyarakat Sulawesi Barat merasa bahwa rasa keadilan yang mereka terima di berbagai aspek kehidupan telah berjalan cukup sesuai dengan segala ketentuan yang berlaku atau sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat. Adapaun dimensi yang diteliti yaitu: 
a. Perlakuan hukum;
b. Pendidikan;
c. Penghidupan layak;
d. Mendapatkan pekerjaan;
e. Partisipasi dalam politik;
f. Kebebasan berpendapat.

Prioritas utama peningkatan kualitas indicator yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas dari dimensi Penghidupan yang layak dan Mendapatkan Pekerjaan. 

Aspek Kebebasan

Aspek kebebasan, hasilnya menunjukkan bahwa lebih dari setengah total responden memiliki tingkat kebebasan TINGGI (73,33 persen). Dengan kata lain bahwa masyarakat Sulawesi Barat merasa bahwa kebebasan yang dirasakan pada berbagai aspek kehidupan yang berjalan selama ini cukup sesuai dengan segala ketentuan yang berlaku atau bias juga dikatakan sudah cukup sesuai dengan apa yang diinginkan masyarakat pada umumnya. Sehingga tingkat rasa bebas telah melebihi skor minimal standar kebebasan yang ditetapkan. Beberapa dimensi yang diteliti di antaranya: 

a. Mendirikan rumah ibadah di tempat anda tinggal;
b. Melaksanakan ibadah di lingkungan anda tinggal;
c. Melaksanakan ibadah ketika umat lain melaksanakan hari besar keagamaannya.
d. Menggunakan symbol/ ekspresi keagamaan (pakaian, atribut, dll) di tempat umum;
e. Mencari makanan sesuai keyakinan anda;
f. Menyampaikan pendapat mengenai kualitas layanan public di ruang public;
g. Menyampaikan pendapat mengenai kebijakan pemerintah di media massa;
h. Menyampaikan keluhan terkait layanan public di media social.

Prioritas utama dalam aspek ini adalah Mendirikan rumah ibadah di lingkungan tempat tinggal anda (skor 75,00) dan menyampaikan pendapat tentang kualitas layanan public di ruang public (skor 70,33). 

Aspek Kearifan Lokal

Pada Aspek kearifan local menunjukkan, bahwa sebagian besar masyarakat memiliki persepsi bahwa kearifan local berada pada kategori TINGGI (78, 67 persen). Dengan kata lain bahwa masyarakat Sulawesi Barat merasa bahwa akulturasi kearifan local dengan kehidupan sehari-hari yang berjalan selama ini cukup sesai dengan segala ketentuan yang berlaku atau cuku sesuai dengan keinginan masyarakat pada umumnya. Adapun dimensi yang diteliti yaitu:
a. Kearifan local mampu bertahan terhadap budaya luar;
b. Kearifan local memiliki kemampuan mengakomodasi unsure budaya luar;
c. Kearifan local mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsure budaya luar ke dalam budaya asli;
d. Kearifan local mempunyai kemamuan mengendalikan;
e. Kearifan local mampu member arah pada perkembangan budaya. 

Prioritas utama dalam aspek ini ada pada Kearifan local mempunyai kemamuan mengendalikan (skor 74,58) dan Kearifan local memiliki kemampuan mengakomodasi unsure budaya luar (skor 70,08);

Aspek Radikalisme

Aspek radikalisme, menunjukkan hasil analisis bahwa masyarakat yang memiliki tingkat potensi radikalisme berada pada kategori SEDANG (54,5 persen). Dimensi yang diteliti adalah:
a. Pemahaman radikal;
b. Sikap radikal, dan
c. Tindakan radikal.

Prioritas utama penurunan radikalisme yang harus dilakukan adalah dengan menunrunkan skor dari dimensi Pemahaman Radikal (skor 57,86) dan Sikap Radikal (Skor 5,45). Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki pemerintah untuk menurunkan/ menghilangkan radikalisme di masyarakat terbatas, maka pemerintah dapat mendahulukan penurunan dari kedua dimensi ini. Dikarenakan keduanya cukup mengkhawatirkan dan berada di atas skor 50,0 persen (POTENSI RADIKAL SEDANG MENUJU TINGGI). 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Al-Faqir Sebagai Identitas Diri

Dalam buku Pesantren Studies 2b (2012), Ahmad Baso mengulas seputar kebiasaan orang-orang pesantren menandai diri sebagai al-Faqir. Jika dalam pemaknaan sederhana, jelas akan menyibak kesimpulan patah. Sebab bakal diseret pada asumsi serba kere, terbatas dan tak berdaya saing.  "Ini adalah kebiasaan kalangan pesantren untuk menunjukkan identitas dirinya yang bersikap tawadhu atau merendahkan hati di depan khalayaknya. Bukan merendahkan diri mereka sendiri," demikian ulasan Ahmad Baso.  Padahal, lanjutnya, ini semata-mata untuk tetap menjaga dan merawat bangunan kesucian batin yang terus diasah agar tak lepas kendali, masuk dalam sengkarut kesombongan, riya dan sum'ah. Perilaku ini disebut dengan Iltimasul Ma'dzirah . Yakni, sikap mengedepankan kerendahan hati, lebih menampilkan sisi kekurangan dan kelemahan sebagai bagian dari sikap menjaga gerak-gerak batin.  Ini bukan tanpa landasan, tanpa makna. Sebab Nabi saw-pun mengajarkan satu doa agar tetap dijadi

Nasehat Politik Fathimah Binti Muhammad SAW

Sayup-sayup terdengar rintihan tangisan di malam hari dari balik hijab. Kedua Cucu panutan agung sepanjang zaman Rasulullah SAW, yaitu Hasan dan Husain, sontak terbangun menelusuri dari mana muara rintihan yang makin lama makin terisak-isak. Tak disangka, ibu dari kedua putera kecil itulah yang ternyata sedang menengadahkan kedua tangannya, seraya bersenandung doa, menyebut satu persatu nama kaum muslimin, mengurai setiap rintihan hidup umat Islam kala itu. Dialah Fathimah binti Muhammad SAW, Sang puteri yang digelari Sayyidati Nisa al Alamin , penghulu kaum perempuan semesta alam. Hasan dan Husain kemudian menanti Ibunya hingga menyelesaikan shalatnya. Kedua anak tersebut bertanya pada Ibunya tentang alasan mengapa dalam setiap doanya selalu saja terbentang deretan nama orang-orang di sekelilingnya, namun jarang mendoakan dirinya. Dengan lugas, Fathimah menjawab: “Yaa Bunayya, al-Jar Qabla al-Dar” (Wahai anakku, Dahulukan tetangga sebelum diri sendiri). Pernyataan singkat di atas kem

Dialog dan Makna Perjumpaan 

Seorang filsuf Jerman, kelahiran Austria terkenal dengan filsafat dialognya. Dialah pria yang bernama Martin Buber. Ia lahir di Wina, dari sebuah keluarga Yahudi yang taat, namun berpisah dari tradisi Yahudi untuk mempelajari filsafat secara sekuler. Selain sebagai seorang filsuf, Buber juga dikenal sebagai teolog dan politikus. Ia memiliki darah Yahudi dan amat dipengaruhi oleh tradisi agama Yahudi di dalam pemikirannya. Dari pergulatan pemikirannya itu, ia membangunkan kesadaran manusia terhadap perilaku sehari-hari. Khususnya tentang tema dari makna perjumpaan sesungguhnya.  Pertanyaan paling menukik dari konsep Martin Buber adalah: Bagaimana mengetahui bahwa komunikasi kita benar-benar telah berhasil mengikat hubungan sesama manusia? Apakah dimensi komunikasi kita telah meletakkan perubahan sikap setelahnya, atau tidak sama sekali?  Dalam argumentasi yang terbalik, sejauh ini, betapa banyak kanal komunikasi yang dirancang bangun oleh manusia, namun tersungkur dalam pui